Presiden Jokowi akhirnya mengakui jika dirinya ikut cawe-cawe dalam urusan politik menjelang Pemilu 2024.
Pernyataan Jokowi itu disampaikan di depan para pemimpin redaksi dan content creator dalam pertemuan di Istana Negara pada Senin, 29 Mei 2023.
Jurnalis senior Karni Ilyas yang ikut dalam pertemuan itu mengatakan, Jokowi menyebut aksi cawe-cawe politiknya itu merupakan hal yang sah-sah saja dilakukan.
“Ya, dia bilang cawe-cawe enggak melanggar Undang-Undang,” kata Pemimpin Redaksi TV One itu saat ditemui usai pertemuan di Istana kemarin, Melansir dari beberapa sumber.
Wakil Pemimpin Redaksi Kompas TV Yogi Nugraha mengatakan, Jokowi bahkan menyebut kata cawe-cawe hingga lebih dari 7 kali.
“Jadi Presiden mengatakan, cawe-cawe, tidak netral, itu lebih kepada bahwa untuk urusan kepentingan nasional, untuk menjaga momentum 13 tahun, menjaga bonus demografi, saya harus cawe-cawe,” ujar Yogi.
Dalam pertemuan dengan jamuan makan sate padang hingga siomay dan pempek itu, Jokowi menyampaikan bahwa negara-negara yang punya momentum 13 tahun itu akan naik, setelah itu lepas.
“Kemudian dikaitkanlah dengan soal capres. Tadi mengatakan begini, pemimpin di tahun 2024, 2029 dan 2034 itu sangat krusial. Untuk mewujudkan 13 tahun,” ujar Yogi menirukan ucapan Jokowi.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengumpulkan 6 ketua umum partai politik pendukungnya minus NasDem di Istana Negara pada Selasa malam 2 Mei 2023.
Pertemuan itu kemudian dianggap sebagai langkah ikut campur presiden dalam urusan penentuan calon presiden dan calon wakil presiden dari partai-partai pendukungnya itu.
Jokowi pun membantah tudingan itu. Dia menyebut tak ikut cawe-cawe urusan capres dan cawapres saat mengumpulkan para ketua umum parpol itu.
“Bukan cawe-cawe, wong itu diskusi aja, kok cawe-cawe,” ujar Jokowi pada Kamis, 4 Mei 2023.
Jokowi menegaskan bahwa urusan capres cawapres merupakan urusan partai dan gabungan partai. Ia mengklaim sudah bolak-balik menyampaikan penegasan ini.
Akan tetapi, presiden menilai tidak ada yang salah ketika partai politik mengundang dirinya bertemu, ataupun sebaliknya.
Langkah Jokowi yang dianggap cawe-cawe urusan politik itu pun mendapat banyak kritikan.
Eks Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak sering mengundang pimpinan partai politik, apalagi jika membahas Pilpres 2024. Menurut Din, sikap Jokowi itu jauh dari kata negarawan.
Din mengatakan Jokowi sudah bukan cawe-cawe lagi, melainkan ikut mengatur. Ia menyebut masih ada waktu untuk mengoreksi hal tersebut.
“Sebaiknya Pak Jokowi jangan sering mengundang parpol, apalagi yang dibicarakan Pilpres. Jadi ini bukan cawe-cawe lagi, tapi sudah ngatur,” kata Din di kediamannya, Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa, 23 Mei 2023.
Wakil Presiden RI ke-10 dan 12 Jusuf Kalla juga ikut buka suara soal aktivitas Jokowi yang gemar endorse capres dan cawapres. Jusuf Kalla alias JK mengatakan Presiden Joko Widodo alias Jokowi mestinya mencontoh Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY.
“Menurut saya, Presiden itu seharusnya seperti Bu Mega dulu, SBY,” kata JK di kediamannya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu, 6 Mei 2023.
Sebagai Kepala Negara, kata JK, Jokowi mestinya tidak terlalu melibatkan diri dalam dunia perpolitikan.
Sehingga, kontestasi Pemilihan Umum 2024 mendatang bisa terselenggara dengan lebih demokratis.
Pakar hukum Denny Indrayana juga mengkritik etika politik Jokowi yang disebut cawe-cawe dalam urusan koalisi dan Pemilu 2024.
Denny mengkritik pernyataan Jokowi yang menyebut dirinya sebagai pejabat publik sekaligus pejabat politik ketika menjawab tudingan cawe-cawe Pilpres.
“Jika dikuliti lebih jauh, terutama dari sisi etika kepresidenan, maka ada batasan-batasan moral dan hukum yang dilanggar oleh Presiden Jokowi, termasuk pelanggaran konstitusi ketika ikut turut campur soal Pilpres 2024,” ujar Denny.