Jembrana – Maraknya dugaan penyerobotan alias pencaplokan, terhadap sempadan baik sungai maupun pantai, di wilayah Kabupaten Jembrana Provinsi Bali, yang diperkirakan terjadi sejak sekira 3 tahun lalu, disinyalir telah menjadi preseden buruk.
Hal ini disoroti oleh I Ketut Catur dari LSM Pekat, lantaran contoh-contoh tidak baik ini, bukan saja hanya diikuti oleh warga lokal, seperti pencaplokan atas sempadan sungai Gelar, namun disinyalir juga diikuti oleh WNA asal Rusia, yakni membangun sebuah villa permanen, yang diduga mencaplok sempadan pantai Pebuahan, di Desa Banyubiru Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana Provinsi Bali.
“Semua ada aturannya, dan jika hal ini dibiarkan, tentu berakibat buruk bagi Jembrana”, jelasnya.
Kepala Desa Banyubiru, I Komang Yuhartono saat dikonfirmasi, pada Senin (10/6/2024), membenarkan bahwa bangunan villa itu, disinyalir memang belum memiliki perizinan dari pihak instansi berwenang.
“Bangunan itu telah ditertibkan oleh Satpol PP Pemkab Jembrana, dan kini sepertinya telah diserahkan kepada Bumdes”, kata Yuhartono.
Sementara itu, Kasat Pol PP Pemkab Jembrana, I Made Leo Agus Jaya juga membenarkan hal tersebut.
“Beberapa bangunan dimaksud, baik yang melanggar sepadan sungai dan pantai, telah dilakukan penyegelan oleh Satpol PP Pemkab Jembrana. Khusus bangunan yang di sempadan pantai Pebuahan, telah diserahkan kepada Bumdes. Surat-suratnya ada di BPKAD bagian Aset”, jelas Leo.
Terkait hal ini, warga sangat menyayangkan menjamurnya pemanfaatan sempadan tanpa perizinan di wilayah Kabupaten Jembrana. Sebelumnya, pada Senin (27/5/2024), beberapa warga juga pernah mengadukan atas dugaan pemanfaatan sempadan sungai Ijogading, ke DPRD Kabupaten Jembrana. Selanjutnya, warga berharap adanya kepedulian dari pihak berwenang, diantaranya BWS Bali Penida, dapatnya melakukan pengawasan dan penertiban atas dugaan pelanggaran dimaksud, yang rata-rata berdalih mengatasnamakan kepentingan umum, agar tidak menjadi preseden buruk terhadap sempadan lainnya di wilayah Kabupaten Jembrana.
Di sisi lain, Kasi Ops dan Pemeliharaan BWS Bali Penida, Asep Yusuf menjelaskan, sehubungan dengan perizinan terkait bangunan pengaman pantai, atau kegiatan lain, yang berlokasi di kawasan pantai mengikuti kewenangan pengelolaan pantai, diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil, Junto Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan, atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, junto Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Berdasarkan Undang-undang tersebut, bahwa wewenang pengelolaan pantai, diatur dari 0 sampai dengan 12 mil, adalah wewenang Pemerintah Provinsi, sedangkan lebih di atas 12 mil, adalah menjadi wewenang Pemerintah Pusat”, jelasnya.
Menurutnya, kementerian PUPR menerbitkan izin pengusahaan atau penggunaan sumber daya air, terkait bangunan pengaman pantai, terbatas hanya dalam hal bangunan pengaman pantai tersebut mempengaruhi sumber air permukaan, atau berada di muara sumber air pada wilayah sungai, adalah kewenangan Kementerian Pusat.
Akan tetapi, pihaknya belum menjawab prihal tindakan jika terjadinya pelanggaran, juga terkait aturan sempadan sungai. (!)