Bekasi – Berkaitan dengan Laporan Polisi Nomor : LP/B/1105/IV/2024/SPKT/Polres Metro Bekasi/Polda Metro Jaya Tanggal 06 April 2024 dengan Pelapor PIRLEN SIRAIT yang sampai dengan hari ini belum ditindak lanjuti, Dicky Ardi, SH.,MH. Selaku Advokat dan Konsultan Hukum yang saat ini menjabat sebagai Sekertaris Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) DPC Bekasi dan sekaligus Sebagai Ketua Dewan Penasehat Ruang Jurnalis Nusantara (RJN) Bekasi Raya, memberikan Statmentnya sebagai berikut :
Bahwa terkait permasalahan hukum dengan tidak diprosesnya laporan Sdra. Pirlen Sirait oleh pihak kepolisian sampai dengan saat ini, bahwa secara rinci dapat ditempuh secara prosedur sebagai berikut:
Pertama, pastikan Anda sebagai pelapor telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (“SPDP”). Hal tersebut Merujuk pada Pasal 13 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana (“Perkap 6/2019”), penyidikan dilakukan dengan dasar:
Laporan polisi; dan
Surat Perintah Penyidikan.
Setelah Surat Perintah Penyidikan diterbitkan, dibuat SPDP. SPDP dikirimkan kepada penuntut umum, korban/pelapor, dan terlapor dalam waktu paling lambat 7 hari setelah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan.
Selain itu, sebagai pelapor disarankan agar mengetahui benar nama penyidik pada instansi kepolisian terkait yang ditugaskan untuk menyidik perkara dimaksud, Sebab tidak semua anggota polisi pada instansi kepolisian terkait menangani perkara tersebut.
Apabila Pelapor tidak juga memperoleh informasi terkait proses penyidikan terhadap laporan polisi yang telah dibuat, maka sebagai pelapor dapat meminta Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (“SP2HP”).
Bahwa Dasar hukum terkait perolehan SP2HP antara lain diatur dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi Penyidikan (“Perkap 21/2011”), yang menyebutkan bahwa penyampaian informasi penyidikan yang dilakukan melalui surat, diberikan dalam bentuk SP2HP kepada pelapor/pengadu atau keluarga.
Bahkan mengacu pada Pasal 10 ayat (5) Perkap 6/2019, setiap perkembangan penanganan perkara pada kegiatan penyidikan tindak pidana harus diterbitkan SP2HP.
Kemudian Pasal 11 ayat (2) Perkap 21/2011 menyebutkan bahwa dalam SP2HP sekurang-kurangnya memuat pokok perkara, tindakan yang telah dilaksanakan penyidik dan hasilnya, dan permasalahan/kendala yang dihadapi dalam penyidikan.
Dalam laman Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) milik Polri, dijelaskan bahwa SP2HP pertama kali diberikan pada saat setelah mengeluarkan surat perintah penyidikan dalam waktu tiga hari laporan polisi dibuat. Lebih lanjut, waktu pemberian SP2HP pada tingkat penyidikan untuk masing-masing kategori kasus adalah:
1. Kasus ringan, SP2HP diberikan pada hari ke-10, hari ke-20, dan hari ke-30
2. Kasus sedang, SP2HP diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari ke-45, dan hari ke-60.
3. Kasus sulit, SP2HP diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari ke-45, hari ke-60, hari ke-75, dan hari ke 90.
4. Kasus sangat sulit, SP2HP diberikan pada hari ke-20, hari ke-40, hari ke-60, hari ke-80, hari ke-100, dan hari ke-120.
Bahwa sepengetahuan kami dan berdasarkan pengalaman, Pihak Badan Reserse Kriminal Polri juga memberikan kemudahan dan transparansi bagi masyarakat melalui laman Layanan SP2HP Online. Melalui situs ini, pihak pelapor/pengadu dapat mengetahui dan mengakses SP2HP secara online dengan memasukan data berupa:
a. nomor LP;
b. nama lengkap pelapor;
c. tanggal lahir pelapor.
Oleh karena itu untuk mengetahui perkembangan proses penyidikan yang sedang berlangsung, pihak pelapor dapat mengajukan permohonan untuk dapat diberikan SP2HP kepada pihak kepolisian terkait atau mengaksesnya secara online.
Apabila laporan polisi yang telah Anda buat ternyata telah dihentikan penyidikannya dan Anda merasa keberatan, Anda dapat mengajukan permohonan praperadilan kepada ketua pengadilan negeri setempat.
Hal ini telah diatur dalam ketentuan Pasal 80 KUHAP yang selengkapnya berbunyi:
Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 98/PUU-X/2012 kemudian menegaskan bahwa frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” yang dimaksud termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat, atau organisasi kemasyarakatan (hal. 36).
Sebelum terdapat penghentian penyidikan yang diinformasikan oleh penyidik kepada Anda sebagai pelapor melalui SP2HP, maka selama itu Anda tidak dapat mengajukan permohonan praperadilan. Dengan kata lain, permohonan praperadilan dapat Anda ajukan ketika proses penyidikan telah benar-benar dihentikan.
Bahwa disisi lain, terkait Laporan Polisi
Dalam praktik hukum acara pidana dikenal adanya istilah laporan dan pengaduan. Apa perbedaannya? Pengertian laporan berdasarkan Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
Sedangkan, pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya (Pasal 1 angka 25 KUHAP). Lebih lanjut Anda dapat membaca artikel Perbedaan Pengaduan dengan Pelaporan.
Salah satu kewenangan polisi adalah menerima laporan sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (“UU Kepolisian”). Sedangkan tugas utama polisi adalah melayani masyarakat.
Pengaturan lebih lanjut mengenai laporan tindak pidana diatur dalam Perkapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (“Perkapolri 14/2012”). Ketika masyarakat melakukan pelaporan, maka polisi akan membuat laporan polisi berdasarkan laporan masyarakat yang disebut dengan Laporan Model B.
Cara dan Tempat Menyampaikan Komplain atas Pelayanan Polisi
Memang sudah sepatutnya laporan mengenai suatu tindak pidana ditindaklanjuti oleh polisi. Akan tetapi, terkadang laporan tersebut tidak kunjung mengalami perkembangan. Pelapor dalam hal ini dapat melakukan upaya pengaduan masyarakat (“Dumas”) sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepolisian Negara Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri 9/2018”).
Dumas adalah bentuk penerapan dari pengawasan masyarakat yang disampaikan oleh masyarakat, Instansi Pemerintah atau pihak lain kepada Polri berupa sumbangan pikiran, saran, gagasan atau keluhan/pengaduan yang bersifat membangun.
Dumas dapat disampaikan terkait dengan:
1. pelayanan Polri;
2. penyimpangan perilaku Pegawai Negeri pada Polri; dan/atau
3. penyalahgunaan wewenang.
Menurut Pasal 4 ayat (1) Perkapolri 9/2018 Dumas dapat disampaikan langsung maupun tidak langsung.
Dumas secara langsung, merupakan pengaduan yang disampaikan oleh pengadu secara langsung melalui:
bagian pelayanan Dumas;
sentra pelayanan Dumas; atau
unit pelayanan Dumas
Sedangkan, Dumas secara tidak langsung, merupakan pengaduan yang disampaikan oleh pengadu melalui:
komunikasi elektronik dengan menggunakan aplikasi; dan/atau
surat-menyurat
Penanganan dumas ditangani oleh pihak-pihak yaitu:
1. Itwasum Polri, untuk lingkungan Polri;
2. Biro Pengawasan Penyidikan (Rowassidik) Bareskrim Polri, untuk lingkungan Bareskrim Polri;
3. Bagian Pelayanan Pengaduan (Bagyanduan) Divpropam Polri, untuk lingkungan Divpropam Polri;
4. Inspektorat Pengawasan Daerah (Itwasda), untuk lingkungan Polda, Polres, dan Polsek;
5. Bagian Pengawasan Penyidikan, di lingkungan Direktorat Reserse Kriminal Umum/Khusus/Narkoba (Bagwassidik) Polda, untuk lingkungan Ditreskrim Polda;
6. Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda, untuk lingkungan Bidpropam Polda; dan
7. Seksi Pengawasan (Siwas), untuk lingkungan Polres dan Polsek.
Sebagaimana yang kami akses melalui laman Layanan Pengaduan Masyarakat (Dumas) POLRI, yang bisa diadukan lewat layanan ini adalah:
Pelayanan yang buruk
Penyalahgunaan wewenang
Kekeliruan diskresi
Tindakan diskriminasi
Adanya korupsi
Adanya pelanggaran HAM
Di luar hal tersebut, mohon untuk dapat menghubungi Polsek, Polres atau Polda terdekat; atau hubungi call center 110.
Masih dari sumber yang sama, proses pengaduan pada Dumas dapat dilakukan dengan tahapan:
1. Mengisi form pengaduan dan identitas
Anda nantinya akan mendapatkan kode / nomor referensi pengaduan, dimana anda dapat melacak sejauh mana proses pengaduan anda.
2. Analisa permasalahan oleh tim khusus Propam Mabes Polri dan Itwasum Polri.
Bahwa Setiap pengaduan yang masuk akan dikaji apakah relevan dengan institusi Polri dan apakah relevan dengan ketentuan pengaduan.
Proses penyelidikan dan penyidikan
Dengan prosedur tetap dan terukur, pengaduan ditindaklanjuti.
Analisa kesimpulan dan pelaporan
Fakta-fakta hasil penyidikan disimpulkan dan dilaporkan kepada pimpinan dan Kompolnas.
Jawaban / tanggapan resmi kepada pengadu
Melalui email, hasil tanggapan pengaduan akan diberikan.
Jadi, pelapor yang laporannya tidak ditindaklanjuti oleh polisi dapat melakukan upaya pengaduan masyarakat melalui cara yang telah dijelaskan sebelumnya. Pengaduan masyarakat dapat ditujukan untuk komplain atau ketidakpuasan terhadap pelayanan anggota Polri dalam pelaksanaan tugas, serta permintaan klarifikasi atau kejelasan atas penanganan perkara yang ditangani Polri.
Bahwa dalam hal ini saya menghimbau dan mendesak kepada Penyidik Perkara A quo khususnya dan Pores Metro Bekasi pada umumnya untuk menjalankan Laporan Sdra Pirlen Sirait dimaksud sesuai dengan Tupoksi, prosedur dan atau aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, sehingga hal tersebut dapat memberikan rasa nyaman bagi masyarakat sehingga mengangkat citra Polri dan kepercayaan masyarakat. (*)