Jembrana, Rallmedia – Kejaksaan Negeri Jembrana menyerahkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara (SKP2) yang mengacu pada prinsip keadilan restoratif dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan tersangka I Made Darmawan. Acara penyerahan berlangsung di kantor Kejaksaan Negeri Jembrana pada Jumat (24/1/2025), dipimpin oleh Plh. Kepala Kejaksaan Negeri Jembrana, I Wayan Adi Pranata, S.H., M.H., didampingi Jaksa Fasilitator Miranda Widyawati, S.H., dan Selma Nabillah, S.H.
Kasus ini bermula dari perselisihan rumah tangga antara tersangka dan istrinya, Ni Luh Gede Sriniasih, yang disebabkan oleh salah paham terkait garam yang berserakan di lantai. Korban menduga garam tersebut digunakan untuk praktik mistis, sementara tersangka menjelaskan bahwa garam itu ditabur oleh mertuanya, I Wayan Budiasa, sebagai bagian dari tradisi penolak bala untuk cucunya yang sedang sakit. Perbedaan pendapat ini memicu pertengkaran yang berakhir dengan tindakan kekerasan, di mana tersangka memecahkan pot bunga dan serpihannya melukai korban.
Akibat insiden tersebut, korban mengalami luka di pipi kiri, lecet di mata kiri, serta memar di lengan atas kiri dan kanan. Namun, berkat mediasi yang dilakukan oleh pihak kejaksaan, perdamaian berhasil tercapai antara korban dan tersangka dengan dukungan keluarga dan tokoh masyarakat.
Plh. Kepala Kejaksaan Negeri Jembrana, I Wayan Adi Pranata, S.H., M.H., menjelaskan bahwa penghentian penuntutan didasarkan pada Surat Keputusan Kepala Kejaksaan Negeri Jembrana Nomor B-143/N.1.16/Eku.2/01/2025. “Penghentian ini dilaksanakan karena semua pihak telah berdamai, tersangka menunjukkan penyesalan dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya. Hal ini menjadi wujud implementasi keadilan restoratif yang mengutamakan penyelesaian damai,” ungkapnya.
Langkah ini diambil dengan mengacu pada Peraturan Kejaksaan Agung RI Nomor 15 Tahun 2020, yang memuat ketentuan penghentian penuntutan berdasarkan pendekatan keadilan restoratif. Miranda Widyawati, S.H., Jaksa Fasilitator, menyampaikan bahwa tujuan utama keadilan restoratif adalah menjaga harmoni dalam masyarakat. “Penyelesaian damai ini menjadi bukti bahwa hukum juga bisa menjadi jembatan bagi perdamaian sosial,” ujarnya.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jembrana, Gedion Ardana Reswari, S.H., menambahkan bahwa pendekatan ini menjadi langkah strategis dalam menghindari konflik berkepanjangan. “Kami berharap pendekatan keadilan restoratif seperti ini dapat menjadi pedoman dalam menyelesaikan kasus-kasus serupa di masa mendatang,” katanya.
Keputusan ini mempertimbangkan beberapa hal, seperti rekam jejak tersangka yang belum pernah melakukan tindak pidana, kesediaan korban untuk berdamai, serta tidak adanya syarat lain dalam proses penyelesaian. Kejaksaan Negeri Jembrana berharap langkah ini dapat menjadi contoh nyata dalam menciptakan masyarakat yang lebih harmonis. (*)