Jembrana – Kabupaten Jembrana kembali mempersembahkan tradisi uniknya melalui Lomba Makepung Lampit, sebuah warisan budaya agraris yang menggambarkan keakraban manusia dengan alam. Pagelaran tahun 2024 ini berlangsung meriah di Subak Tegalwani Pangkung Jajung, Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, pada Minggu (17/11/2024).
Perlombaan tersebut diikuti oleh 40 pasangan kerbau, terdiri dari 10 pasangan dari blok timur Ijo Gading dan 30 pasangan dari blok barat Ijo Gading. Para peserta berlomba di lintasan berlumpur sepanjang 50 meter, dengan tiga bendera penanda yang menjadi ciri khas: bendera start, bendera bagi joki untuk mulai duduk di lampit, dan bendera garis finis.
Tokoh-tokoh penting turut hadir, seperti Ketua DPRD Kabupaten Jembrana, Forkopimda, Ketua Pengadilan Negeri Negara, Sekda Kabupaten Jembrana, serta sejumlah pimpinan OPD. Kehadiran mereka menunjukkan dukungan besar terhadap pelestarian tradisi lokal yang telah menjadi daya tarik wisata ini.
Menurut Ketua Sekha Makepung, I Made Mara, Makepung Lampit berawal dari tradisi gotong royong petani membajak sawah sebelum musim tanam. Tradisi ini bukan hanya menjaga kearifan lokal, tetapi juga memperkenalkan potensi budaya Jembrana ke dunia luar.
Penjabat Bupati Jembrana, I Ketut Sukra Negara, melalui sambutan yang disampaikan oleh Sekda Drs. I Made Budiasa, M.Si., menegaskan bahwa Makepung Lampit telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional. “Tradisi ini adalah warisan berharga yang harus kita jaga bersama. Pelestarian budaya tidak hanya menjaga identitas kita sebagai masyarakat agraris, tetapi juga membuka peluang besar untuk mengembangkan potensi ekonomi kreatif di Kabupaten Jembrana. Kami berharap tradisi ini dapat terus menginspirasi generasi muda untuk ikut melestarikan budaya lokal,” katanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa Makepung Lampit memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai atraksi wisata budaya yang mendukung sektor pertanian dan peternakan. “Melalui tradisi ini, kami ingin menunjukkan bahwa keindahan dan kekayaan budaya Jembrana tidak hanya dapat dinikmati secara lokal, tetapi juga menjadi daya tarik wisata internasional,” tambahnya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jembrana, Anak Agung Komang Sapta Negara, yang diwakili Kabid Pariwisata I Gede Darmika, menyatakan bahwa pelestarian tradisi ini menghadapi tantangan besar, termasuk keterbatasan peralatan tradisional dan minat generasi muda yang berkurang. “Kegiatan seperti ini adalah bentuk nyata dari komitmen kita untuk menjaga dan mempromosikan budaya tradisional. Kami terus berupaya meningkatkan partisipasi masyarakat, khususnya generasi muda, untuk mencintai dan melanjutkan tradisi ini,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa pelestarian tradisi seperti Makepung Lampit juga menjadi wujud penghormatan terhadap leluhur dan kearifan lokal. “Kami percaya bahwa tradisi ini dapat menjadi pilar penting dalam mendukung Jembrana sebagai destinasi wisata budaya yang unggul,” tegasnya.
Acara ditutup dengan pemberian penghargaan kepada pemenang lomba:
Juara I: Pasangan Manik Galih (Pemilik: I Wayan Suartama, Bilukpoh).
Juara II: Pasangan Adiari (Pemilik: I Made Suartama, Moding).
Juara III: Pasangan Sapu Jagat (Pemilik: I Putu Swiriawan Anggriyasa, Baluk).
Harapan I: Pasangan Sekar Jagat (Pemilik: I Putu Gelgel, Brawantangi).
Harapan II: Pasangan Salak Manis (Pemilik: I Gusti Putu Sukadana, Banyubiru).
Penjabat Bupati Jembrana kembali mengajak seluruh masyarakat untuk terus mendukung pelestarian tradisi ini, menjadikannya sebagai kebanggaan Jembrana dalam mewujudkan visi Jembrana Emas 2026.
Makepung Lampit bukan sekadar lomba, melainkan cerminan harmoni manusia dengan alam dan budaya. Tradisi ini menjadi bukti keunikan Kabupaten Jembrana sebagai pusat budaya agraris di Bali, yang terus memukau dunia dengan kekayaan warisan lokalnya. (*)