Berawal dari adanya informasi bahwa pada hari Rabu 1 Februari 2023, petugas dari kantor kehutanan(KPH) bersama pihak keluarga Toepitoe, telah turun ke lokasi yang ada di kawasan Kelurahan Manulai II, Kecamatan Alak, Kota Kupang, untuk memastikan daerah atau titik mana yang masuk kawasan hutan lindung dan mana yang bukan, namun hal itu rupanya menyulut kemarahan keluarga Buan, Kollo, Babys beserta warga di sekitar lokasi(7/2/2023)
Sampai pada saat dilokasi petugas dari kehutanan yang turun ke lokasi juga sempat dihadang para warga yang keberatan dengan aktifitas tersebut.
Selanjutnya pada hari Jumat 3 Februari 2023, pihak keluarga Buan, Babys dan Kollo mendatangi Kantor Kehutanan, UPTD KPH Wilayah Kota Kupang yang ada di Jl. Frans Seda, Kota Kupang, maksud dan tujuan kedatangan adalah untuk meminta penjelasan dari pihak KPH, terkait kedatangannya bersama keluarga Toepitoe ke lokasi manulai II.
” Kami mendatangi kantor kehutanan dengan maksud meminta penjelasan terkait kedatangan mereka(petugas KPH), ” ya jelas kami merasa keberatan karena kok kenapa tanpa adanya koordinasi dengan kami, atau bahkan dengan pihak aparat pemerintah setempat, seperti lurah bahkan RT/RW, ada apa ini, bahkan awalnya kami sempat berpikir jangan sampai ada apa-apa, makanya untuk memastikan itu, kami mendatangi Kantor dan bertemu langsung dengan Ibu Kepala KPH ” Jelas Felipus Babys saat ditemui dikediamannya
Felipus Babys yang saat itu bersama Agustinus Buan, Jibrael Kollo, Ibrahim Baitanu dan Henderina Toepitoe, menambahkan bahwa ternyata, menurut dari pihak KPH itu turun karena adanya permohonan dari masyarakat yang mau potong pohon jati, namun agar jangan salah maka minta supaya dari KPH tunjukkan titik koordinat mana yang merupakan kawasan hutan dan mana yang bukan.
” Kami tentu merasa keberatan karena dikhawatirkan nanti itu akan berdampak pada proses hukum terhadap kami nantinya, saat itu kami sudah berproses secara hukum, bahkan Pengadilan sudah keluarkan putusan N O, jelas itu Obyek masih dalam penguasaan kami, jangan sampai kalau proses oleh petugas kehutanan ini dilanjutkan ini akan menguntungkan pihak mereka, ” tegas Felipus Babys
Sementara itu secara terpisah Kepala UPTD KPH Wilayah Kota Kupang, Ir. Caesilia Soengkono, didampingi Kasubag Tata Usaha, Fery E Bessy, ST.MT, saat ditemui oleh tim media, di ruangannya menjelaskan bahwa, memang dirinya telah menerima permohonan dari masyarakat yang akan menebang pohon jati.
” Iya jadi karena ada masyarakat yang ajukan permohonan karena mau tebang pohon jati, maka sudah tugas kami untuk menindaklanjuti dan melaksanakannya, tapi memang secara aturan kami juga tidak akan turun begitu saja ke lokasi, kami harus pastikan dulu soal kepemilikan atas obyek yang diajukan, lalu juga para pemohon harus sudah ada koordinasi atau ijin pemerintah setempat, untuk memastikan bahwa semua dijamin berjalan aman, nah saat itu pemohon sempat menunjukkan bukti pajak dan Land Reform asli kepada kami, makanya kami turun ke lokasi ” jelas Caecilia.
Masih menurut Caecilia, saat dilokasi belum sempat melakukan aktifitas pihaknya mendapat penghadangan dari masa, khawatir akan terjadi hal yang tidak diinginkan maka dirinya perintahkan semua untuk mundur dan kembali ke kantor.
” Tiba di lokasi kami baru mau mulai, lalu tiba-tiba masa mulai berdatangan, karena saya khawatir akan terjadi hal yang tidak diinginkan maka saya memutuskan untuk tidak meneruskan proses penentuan koordinat di lokasi tersebut, akhirnya kami petugas kembali ke kantor ” tegasnya.
Caecilia menegaskan bahwa pihaknya tidak ada kepentingan apapun terkait kedatangan petugas lapangan ke lokasi.
” Kami hanya murni jalankan tugas, tidak ada hal lain, bahkan kalau di medsos sempat beredar ada yang upload macam-macam tentang kami, maka saya pastikan itu salah, itu semua tidak benar ” pungkasnya.
Sedangkan dari pihak Toepitoe, media berhasil menemui Ana Maria Toepitoe, yang saat itu berada dirumahnya bersama adik ipar perempuannya, kepada tim media dirinya menjelaskan tentang semua, mulai dari sejarah asal usul tanah yang menjadi obyek sengketa saat ini, soal silsilah keluarga dari mulai Kakek dan orang tuannya yang semua telah Alm.
” Jadi sebenarnya tanah ini seluas 54 hektar yang masuk dalam Land Reform, yang merupakan surat keputusan yang keluar tahun 1961, tahun 1958 itu pendaftaran tanah dan surat kami ini diakui, tapi karena mungkin mereka lihat kami ini perempuan makanya dari pihak sebelah menginginkan tanah itu dari kami, padahal kami ini adalah garis lurus keturunan Toepitoe, Papa saya Habel Toepitoe, adalah anak pertama dari Benyamin Toepitoe, karena itu adalah hak kami sebagai ahli waris yang sah dari alm kakek Kami yang turun ke papa kami, karenanya kami berani potong pohon jati karena merasa itu milik kami, tapi karena kami tidak ingin salah lokasi makanya kami minta penentuan koordinat dari kehutanan, kami punya semua bukti pajak dan Land Reform yang asli, jadi sebenarnya tidak ada alasan bagi mereka pihak sebelah, untuk bisa menguasai hak kami ” terang Ana.
Ana menambahkan bahwa dirinya juga sempat menantang pihak sebelah,(Agustinus Buan cs) menurutnya dirinya siap berbagi jika memang dari sebelah bisa menunjukkan lokasi mereka. ” kalau memang merasa punya hak atas 27 hektar itu yasudah kami ikhlas tapi tolong tunjukkan kepada kami, yang mana lokasinya, tapi mereka tidak bisa menunjukkan, lalu kalau mereka mengaku punya Land Reform sebagai alat bukti tolong tunjukkan yang aslinya, jangan hanya foto copy saja ” pungkas Ana Maria Toepitoe.