Dari hasil penelitian secara global Bisphenol A terbukti sangat berbahaya bagi kesehatan yang bisa memicu kanker, prostat, jantung, kelahiran prematur, obesitas dan gangguan perilaku masyarakat. Maka dari itu, diharapkan Wamtimpres akan membantu percepatan pengesahan PERKA BPOM Nomer 31 Tahun 2018 tentang Pelabelan Pangan Olahan. 01/03/2023.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait dalam Audensi dengan Dewan Pertimbangan Presiden di Kantor Wantimpres, Selasa (28/03/23).
Menurut Sirait, Bisphenola berpotensi menyerang bayi, balita dan janin yang belum memiliki sistem imun. Jika pelabelan pada galon guna ulang tidak segera dilakuan.Maka masyarakat terus mengkonsumsi makanan atau minuman yang berpotensi terpapar dan terkontaminasi Bisphenol A atau BPA.
Hingga saat ini pelarangan penggunaan BPA tercatat di negara-negara maju seperti, Perancis, Brazil, negara bagian Vermont dan Colombia. negara tersebut memiliki penduduk lebih sedikit dibanding Indonesia yang kini sekitar 278 juta jiwa.
“Oleh karena itu, untuk saat ini, kita mendesak Presiden untuk menyetujui Revisi Perka BPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Terlebih lagi, dampak paparan BPA bisa lebih berbahaya bila dibanding negara yang berpenduduk sedikit. Butuh recovery yang cukup lama sehingga dibutuhkan tindakan tegas,” ujar Sirait.
Lanjut Sirait, regulasi Perka BPOM Nomer 31 Tahun 2018 sangat dibutuhkan demi menyelamatkan anak-anak, bayi, balita dan janin ibu hamil. Kesehatan anak-anak Indonesia sebagai generasi penerus bangsa mempunyai hak untuk dilindungi oleh negara.
“Kapan lagi Indonesia bisa setara dengan bangsa lain, jika masalah kesehatan pangan belum diperhatikan” kata Arist.
Sementara, Prof Juanedi Khatib, S.Si.M.Kes, Ph.D, Apt, Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. Menurutnya, senyawa Bisphenol A dapat bermigrasi dari kemasan ke dalam air yang membahayakan bagi untuk dikonsumsi.
Hingga saat ini, para ahli kesehatan dunia telah melakukan riset BPA yang dipublish dalam Jurnal International, dan telah disepakati karena mengandung BPA berbahaya.
Hasil uji migrasi BPA yang mengkhawatirkan berada pada 0,05 s.d. 0,6 bpj atau sebesar 46,97% di sarana peredaran dan 30,91% di sarana produksi. Hasil pengawasan kandungan BPA pada produk AMDK dengan kandungan BPA di atas 0,01 bpj (berisiko terhadap kesehatan) di sarana produksi sebesar 5% sampel galon baru dan di sarana peredaran sebesar 8,67%.
Dari hasil penelitian, lanjut Juanedi Khatib, hal itu bisa memicu kanker, autis, perubahan perilaku, prostat, ginjal dan gangguan jantung.
Hadir pada kegiatan tersebut para fakar ahli dibidangnya antara lain: Wantimpres yakni DR.Mochmad Chalid S.Si,.M.Sc. Eng, Prof Junaidi Khotib, S.Si. M.Kes, Ph.d.Apt Prof. Irianto dan Dr.Ima Mayasari SH,MH dan DR.Arzetty Blibina anggota Komisi IX DPR-RI.